TANGERANG – Lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD,SMP dan SMA Negeri penerima dana bantuan operasional (BOS) masing-masing menggunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya.
Sehingga tak jarang sekolah yang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur sistem perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup perolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aturan tersebut dipertegas dalam Permendikbud nomor 06 tahun 2021, tentang petunjuk teknis pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bahwa sekolah dilarang menjadi distributor buku LKS.
Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membelinya, karena banyak tugas yang diberikan lewat buku LKS tersebut.
Ragam dalih pun bermacam-macam dilakukan, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.
Sebagaimana yang terjadi pada salah satu sekolah tingkat SMP Negeri Kabupaten Tangerang, yaitu SMP Negeri 4 Cikupa, yang secara terang-terangan menjual buku LKS, seragam dan iuran study tour.
Tidak tanggung-tanggung, diduga harga keseluruhan buku yang harus dibayar oleh wali murid mencapai jutaan rupiah, sepaket dengan seragam dan study tour.
Menurut keterangan salah satu orang tua wali murid, dia membenarkan, bahwa dirinya membeli buku LKS, Seragam dan biaya study tour ke pihak SMPN 4 Cikupa.
“Iya betul, anak kami beli buku LKS dari sekolah, selain itu kami juga di minta biaya study tour dan biaya kelulusan tahun 2023 yang nilainya cukup besar, hampir Dua Juta Rupiah,” Terang orang tua wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Saat dikonfirmasi, Humas SMP 4 Cikupa, Haji Agus membenarkan mengenai adanya penjualan buku LKS di Sekolahnya. Senin, 29/05/2023.
“Kalau saya sebagai guru, terlepas dari segala aturan hukum yang berlaku, buku LKS sebetulnya sangat membantu, karena anak-anak lebih bisa mengerjakan tugas dirumah. Saya juga eggak ngerti nih pemerintah maksudnya apa ya kok tidak diperbolehkan,” ungkapnya.
Jadi kebijakan pemerintah ini kata Haji Agus, tidak melihat kondisi dibawah itu seperti apa, harusnya dinas pendidikan mempertimbangkan hal tersebut.
“Saya pikir kalau cara – caranya itu dibicarakan dengan orang tua wali murid, setuju atau tidak itu kan lebih baik dan biar lebih demokratis,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekjen Gerakan Nasional Pengawasan (GNP) Tipikor Kabupaten Tangerang, Slamet memaparkan bahwa dirinya turut prihatin dengan adanya pihak sekolah yang masih melakukan bisnis jual buku LKS.
“Apapun alasannya, penjualan buku Lembar Kerja Siswa itu tidak diperbolehkan, itu sudah diatur oleh pemerintah, apalagi meminta iuran kepada orang tua wali murid dengan nominal yang cukup besar,” Jelas Slamet, Sekjen GNP Tipikor Kabupaten Tangerang.
Dengan adanya dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh SMPN 4 Cikupa ini, GNP Tipikor akan segera melayangkan surat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang untuk ditindak lanjuti.
“Ini sudah menyalahi aturan, keinginan orang tua selama ini untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri dengan harapan biaya sekolah yang ringan, mungkin itu menjadi isapan jempol belaka, kenyataanya mereka masih dibebankan bermacam-macam iuran,” pungkas Slamet kepada Awak Media.
Sedangkan, Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Cikupa belum dapat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, dikarenakan beliau ada kegiatan rapat. Sehingga beliau belum bisa ditemui.